Search

Translate

Minggu, 09 Juni 2024

Ringkasan Peraturan Perpajakan

1. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak Penghasilan (PPh)

Isi Ringkasan:

  • Tarif PPh Orang Pribadi: Penyesuaian tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan tertentu. Tarif progresif diterapkan mulai dari 5% hingga 35% tergantung pada lapisan penghasilan kena pajak.
  • Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): Kenaikan batas PTKP untuk wajib pajak lajang menjadi Rp 60 juta per tahun.
  • PPh Badan: Tarif pajak penghasilan badan tetap 22%, namun terdapat insentif tambahan bagi perusahaan yang melakukan investasi di bidang energi terbarukan dan teknologi hijau.

Poin Penting:

  • Inisiatif Hijau: Insentif pajak bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau menunjukkan dorongan pemerintah untuk mendorong keberlanjutan.
  • Kenaikan PTKP: Kenaikan batas PTKP akan berdampak positif bagi wajib pajak berpenghasilan rendah, mengurangi beban pajak mereka.

2. Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.03/2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Isi Ringkasan:

  • Tarif PPN: Tetap pada 11% untuk barang dan jasa dalam negeri.
  • PPN atas Barang Digital: Barang dan jasa digital yang disediakan oleh platform luar negeri kini wajib dikenakan PPN dengan tarif 11%.
  • Faktur Pajak Elektronik: Semua pengusaha kena pajak wajib menggunakan e-faktur untuk setiap transaksi guna meningkatkan transparansi dan efisiensi administrasi perpajakan.

Poin Penting:

  • Barang Digital: Kebijakan ini menyetarakan perlakuan pajak antara produk digital domestik dan luar negeri, melindungi industri digital dalam negeri.
  • E-Faktur: Penggunaan e-faktur diharapkan dapat mengurangi praktik penghindaran pajak dan meningkatkan pendapatan negara dari PPN.

3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Isi Ringkasan:

  • Reformasi Administrasi Pajak: Penyederhanaan prosedur administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan efisiensi sistem perpajakan.
  • Amnesti Pajak: Program amnesti pajak baru yang memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan aset yang belum dilaporkan dengan tarif tebusan yang lebih rendah.
  • Integrasi Sistem: Integrasi antara sistem perpajakan dengan data dari lembaga keuangan dan non-keuangan untuk memperluas basis pajak.

Poin Penting:

  • Amnesti Pajak: Kesempatan bagi wajib pajak untuk memperbaiki kepatuhan pajak mereka dengan biaya yang lebih ringan, mendorong peningkatan penerimaan pajak.
  • Integrasi Sistem: Mengoptimalkan penggunaan teknologi dan data untuk memperkuat pengawasan dan kepatuhan pajak.

4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-10/PJ/2024 tentang Pengawasan Kepatuhan Pajak

Isi Ringkasan:

  • Pengawasan Intensif: Peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak dengan risiko tinggi berdasarkan profil risiko dan data kepatuhan sebelumnya.
  • Pemeriksaan Lapangan: Peningkatan frekuensi pemeriksaan lapangan untuk memastikan kepatuhan pajak khususnya di sektor-sektor yang rawan manipulasi pajak.
  • Penegakan Hukum: Sanksi tegas bagi wajib pajak yang terbukti melakukan penghindaran pajak, termasuk denda dan tuntutan pidana.

Poin Penting:

  • Pengawasan Risiko Tinggi: Fokus pada wajib pajak berisiko tinggi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam penegakan hukum perpajakan.
  • Sanksi yang Ketat: Meningkatkan kepatuhan dengan memperkenalkan sanksi yang lebih berat bagi pelanggar pajak.

5. Keputusan Menteri Keuangan No. 45/KMK.03/2024 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Isi Ringkasan:

  • Tarif PBB: Penyesuaian tarif PBB untuk properti komersial dan residensial guna mencerminkan nilai pasar yang lebih akurat.
  • Penghapusan Denda: Penghapusan denda PBB bagi wajib pajak yang melunasi tunggakan dalam jangka waktu yang ditentukan selama periode relaksasi.

Poin Penting:

  • Penyesuaian Tarif: Penyesuaian ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PBB dan mencerminkan nilai properti yang lebih akurat.
  • Penghapusan Denda: Langkah ini memberikan insentif bagi wajib pajak untuk melunasi tunggakan dan meningkatkan pendapatan PBB.

6. PMK Nomor 143/PMK.010/2023: Pajak Rokok Elektrik

Isi Peraturan:

  • Rokok elektrik dikenakan pajak sebesar 10% dari nilai jual eceran (NJE), yang terdiri dari 5% Pajak Penghasilan (PPh) dan 5% Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
  • Kebijakan ini bertujuan untuk mengatur dan mengawasi peredaran rokok elektrik serta meningkatkan penerimaan negara.

Poin Penting:

  • Implementasi kebijakan ini dilakukan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  • Pajak rokok elektrik diharapkan dapat mengurangi konsumsi dan dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat​ (Associe)​.

7. PMK Nomor 164 Tahun 2023: PPh Final UMKM

Isi Peraturan:

  • Wajib Pajak UMKM dengan omzet sampai Rp 4,8 miliar per tahun dikenakan PPh final sebesar 0,5% dari omzet usaha.
  • Pelunasan PPh final dapat disetor sendiri oleh Wajib Pajak atau melalui mekanisme pemotongan/pemungutan oleh pihak lain.

Poin Penting:

  • Wajib Pajak orang pribadi UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta harus menyerahkan surat pernyataan agar tidak dilakukan pemotongan pajak.
  • Relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) diberikan bagi UMKM yang omzetnya melebihi Rp 4,8 miliar​ (PAJAK.COM)​.

8. PMK Nomor 168/PMK.03/2023 dan PP Nomor 58 Tahun 2023: PPh 21 Karyawan

Isi Peraturan:

  • PPh 21 bagi pegawai tetap dihitung berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan, dengan pajak dihitung secara proporsional.
  • Untuk pegawai tidak tetap, PPh 21 dikenakan dengan tarif efektif harian atau bulanan, tergantung pada jumlah penghasilan harian atau bulanan.

Poin Penting:

  • Tidak ada lagi pembedaan antara karyawan yang menerima penghasilan berkesinambungan dan tidak berkesinambungan.
  • Pemotongan PPh 21 lainnya mencakup dewan komisaris, dewan pengawas, peserta kegiatan, dan mantan pegawai yang menerima penghasilan tidak teratur​ (Online Pajak)​.

9. Kebijakan Pajak UMKM

Isi Peraturan:

  • PMK Nomor 164 Tahun 2023 mengatur kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan untuk seluruh Wajib Pajak UMKM.
  • Aturan ini juga mengatur relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai PKP.

Poin Penting:

  • UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta tetap wajib menyampaikan SPT tahunan.
  • Relaksasi pengukuhan sebagai PKP menjadi paling lambat akhir tahun buku terkait, bukan lagi akhir bulan berikutnya​ (PAJAK.COM)​.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap menyebutkan nama
dan berkomentarlah dengan baik