1. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
Isi Ringkasan:
- Tarif PPh Orang Pribadi: Penyesuaian tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan tertentu. Tarif progresif diterapkan mulai dari 5% hingga 35% tergantung pada lapisan penghasilan kena pajak.
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): Kenaikan batas PTKP untuk wajib pajak lajang menjadi Rp 60 juta per tahun.
- PPh Badan: Tarif pajak penghasilan badan tetap 22%, namun terdapat insentif tambahan bagi perusahaan yang melakukan investasi di bidang energi terbarukan dan teknologi hijau.
Poin Penting:
- Inisiatif Hijau: Insentif pajak bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau menunjukkan dorongan pemerintah untuk mendorong keberlanjutan.
- Kenaikan PTKP: Kenaikan batas PTKP akan berdampak positif bagi wajib pajak berpenghasilan rendah, mengurangi beban pajak mereka.
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.03/2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Isi Ringkasan:
- Tarif PPN: Tetap pada 11% untuk barang dan jasa dalam negeri.
- PPN atas Barang Digital: Barang dan jasa digital yang disediakan oleh platform luar negeri kini wajib dikenakan PPN dengan tarif 11%.
- Faktur Pajak Elektronik: Semua pengusaha kena pajak wajib menggunakan e-faktur untuk setiap transaksi guna meningkatkan transparansi dan efisiensi administrasi perpajakan.
Poin Penting:
- Barang Digital: Kebijakan ini menyetarakan perlakuan pajak antara produk digital domestik dan luar negeri, melindungi industri digital dalam negeri.
- E-Faktur: Penggunaan e-faktur diharapkan dapat mengurangi praktik penghindaran pajak dan meningkatkan pendapatan negara dari PPN.
3. Undang-Undang No. 11 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Isi Ringkasan:
- Reformasi Administrasi Pajak: Penyederhanaan prosedur administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan efisiensi sistem perpajakan.
- Amnesti Pajak: Program amnesti pajak baru yang memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan aset yang belum dilaporkan dengan tarif tebusan yang lebih rendah.
- Integrasi Sistem: Integrasi antara sistem perpajakan dengan data dari lembaga keuangan dan non-keuangan untuk memperluas basis pajak.
Poin Penting:
- Amnesti Pajak: Kesempatan bagi wajib pajak untuk memperbaiki kepatuhan pajak mereka dengan biaya yang lebih ringan, mendorong peningkatan penerimaan pajak.
- Integrasi Sistem: Mengoptimalkan penggunaan teknologi dan data untuk memperkuat pengawasan dan kepatuhan pajak.
4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-10/PJ/2024 tentang Pengawasan Kepatuhan Pajak
Isi Ringkasan:
- Pengawasan Intensif: Peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak dengan risiko tinggi berdasarkan profil risiko dan data kepatuhan sebelumnya.
- Pemeriksaan Lapangan: Peningkatan frekuensi pemeriksaan lapangan untuk memastikan kepatuhan pajak khususnya di sektor-sektor yang rawan manipulasi pajak.
- Penegakan Hukum: Sanksi tegas bagi wajib pajak yang terbukti melakukan penghindaran pajak, termasuk denda dan tuntutan pidana.
Poin Penting:
- Pengawasan Risiko Tinggi: Fokus pada wajib pajak berisiko tinggi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam penegakan hukum perpajakan.
- Sanksi yang Ketat: Meningkatkan kepatuhan dengan memperkenalkan sanksi yang lebih berat bagi pelanggar pajak.
5. Keputusan Menteri Keuangan No. 45/KMK.03/2024 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Isi Ringkasan:
- Tarif PBB: Penyesuaian tarif PBB untuk properti komersial dan residensial guna mencerminkan nilai pasar yang lebih akurat.
- Penghapusan Denda: Penghapusan denda PBB bagi wajib pajak yang melunasi tunggakan dalam jangka waktu yang ditentukan selama periode relaksasi.
Poin Penting:
- Penyesuaian Tarif: Penyesuaian ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan PBB dan mencerminkan nilai properti yang lebih akurat.
- Penghapusan Denda: Langkah ini memberikan insentif bagi wajib pajak untuk melunasi tunggakan dan meningkatkan pendapatan PBB.
6. PMK Nomor 143/PMK.010/2023: Pajak Rokok Elektrik
Isi Peraturan:
- Rokok elektrik dikenakan pajak sebesar 10% dari nilai jual eceran (NJE), yang terdiri dari 5% Pajak Penghasilan (PPh) dan 5% Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
- Kebijakan ini bertujuan untuk mengatur dan mengawasi peredaran rokok elektrik serta meningkatkan penerimaan negara.
Poin Penting:
- Implementasi kebijakan ini dilakukan berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
- Pajak rokok elektrik diharapkan dapat mengurangi konsumsi dan dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat (Associe).
7. PMK Nomor 164 Tahun 2023: PPh Final UMKM
Isi Peraturan:
- Wajib Pajak UMKM dengan omzet sampai Rp 4,8 miliar per tahun dikenakan PPh final sebesar 0,5% dari omzet usaha.
- Pelunasan PPh final dapat disetor sendiri oleh Wajib Pajak atau melalui mekanisme pemotongan/pemungutan oleh pihak lain.
Poin Penting:
- Wajib Pajak orang pribadi UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta harus menyerahkan surat pernyataan agar tidak dilakukan pemotongan pajak.
- Relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) diberikan bagi UMKM yang omzetnya melebihi Rp 4,8 miliar (PAJAK.COM).
8. PMK Nomor 168/PMK.03/2023 dan PP Nomor 58 Tahun 2023: PPh 21 Karyawan
Isi Peraturan:
- PPh 21 bagi pegawai tetap dihitung berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan, dengan pajak dihitung secara proporsional.
- Untuk pegawai tidak tetap, PPh 21 dikenakan dengan tarif efektif harian atau bulanan, tergantung pada jumlah penghasilan harian atau bulanan.
Poin Penting:
- Tidak ada lagi pembedaan antara karyawan yang menerima penghasilan berkesinambungan dan tidak berkesinambungan.
- Pemotongan PPh 21 lainnya mencakup dewan komisaris, dewan pengawas, peserta kegiatan, dan mantan pegawai yang menerima penghasilan tidak teratur (Online Pajak).
9. Kebijakan Pajak UMKM
Isi Peraturan:
- PMK Nomor 164 Tahun 2023 mengatur kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan untuk seluruh Wajib Pajak UMKM.
- Aturan ini juga mengatur relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai PKP.
Poin Penting:
- UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta tetap wajib menyampaikan SPT tahunan.
- Relaksasi pengukuhan sebagai PKP menjadi paling lambat akhir tahun buku terkait, bukan lagi akhir bulan berikutnya (PAJAK.COM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap menyebutkan nama
dan berkomentarlah dengan baik